Presiden Jokowi saat berikan sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Pantai Kuta, KEK Mandalika, Lombok Tengah, NTB, Selasa (9/2) pagi. (Foto:Humas Setkab RI).

NTB, Metropol – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional di Pantai Kuta, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2).

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyampaikan, rasa syukur karena kita beruntung hidup di era kemerdekaan pers. Era kebebasan pers, dimana setiap hari kita dibanjiri informasi, disuguhi opini yang beragam.

“Semua bisa melihat sendiri, betapa mudahnya berita dan informasi. Kadang status di media sosial pun juga bisa jadi berita. Informasi yang ada di tengah kita memang ada yang pahit, seperti jamu, ada yang bisa menjadi vitamin yang menyehatkan. Tapi bisa juga hanya sekadar informasi yang terkadang mengganggu kesehatan akal sehat kita,” kata Presiden Jokowi.

Karena itu, Presiden berharap agar seluruh insan pers bisa ikut menggerakkan, membangun optimisme publik, membangun etos kerja masyarakat dan membangun produktivitas masyarakat. “Bukan sebaliknya, media justru mempengaruhi kita menjadi pesimis. Pesimisme dan juga banyak yang terjebak pada berita-berita yang sensasional,” ujarnya.

Presiden Jokowi lantas menunjuk contoh, misalnya “ada berita Indonesia diprediksi akan hancur, ada lagi berita, semua pesimis pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ada lagi judulnya pemerintah gagal, aksi teror takkan habis, sampai kiamat pun.”

Tidak itu saja, lanjut Presiden, masih ada berita “Kabut asap tak teratasi, Riau terancam merdeka. Bahkan ada berita yang lebih seram lagi, Indonesia akan bangkrut. Hancur, rupiah akan tembus 15.000, Jokowi-JK akan ambruk, akan ambyar,” ungkap Presiden.
Menurut Presiden, kalau judul-judul seperti itu diteruskan dalam era kompetisi seperti ini yang muncul pesimisme. Yang muncul adalah sebuah etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul adalah hal-hal yang tidak produktif, bukan produktivitas. Padahal, tegas Presiden, itu adalah hanya sebuah asumsi.

Presiden Jokowi juga mengritik stasiun-stasiun televisi yang jarang menayangkan lagu-lagu kebangsaan, apakah Indonesia Raya, Padamu Negeri, Garuda Pancasila, dan sebagainya. Mereka hanya menayangkan sesudah jam 12, bukan di prime time.

“Saya hanya membayangkan, setiap jam ada lagu-lagu nasional, lagu-lagu kebangsaan kita, lagu Indonesia Raya terus dimunculkan, satu jam lagi Padamu Negeri, sejam lagi Garuda Pancasila, alangkah sangat bagusnya. Sehingga semua anak-anak kita dari Sabang sampai Merauke akan hapal lagu-lagu nasional,” tutur Presiden.

Diakui Presiden, jika Stasiun TV bertumpu pada rating, semuanya mengejar rating. “Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu itu bisa diberikan kepada hal-hal yang tadi saya sampaikan,” pesannya.

Presiden Jokowi mengingatkan, pada era kompetisi, era persaingan antar negara sekarang ini, yang dibutuhkan adalah membangun trust, membangun kepercayaan. Ia menegaskan, negara lain harus bermodal, harus investasi, harus uang masuk.

“Itu akan muncul, akan mengalir kalau ada trust enggak ada yang lain. Kalau engga’ ada kepercayaan jangan berharap ada arus uang masuk, jangan berharap ada investasi masuk, jangan berharap ada arus modal masuk,” tutur Presiden Jokowi, seraya menyebutkan bahwa kepercayaan itu yang bisa membangun adalah media pers, karena persepsi muncul, image itu muncul karena berita-berita yang kita bangun.

Presiden juga menyoroti keinginan kecepatan memberitakan, terutama di media online. Presiden mengaku dirinya selalu membaca, terutama pas di mobil dan di pesawat. Presiden mengkritisi pemberitaan yang menurutnya kepatuhan kepada kode etik jurnalisme, kepada etika pemberitaan, sering dan banyak sekali diabaikan, karena inginnya cepat, sehingga beritanya menjadi tidak akurat, beritanya menjadi tak berimbang.

“Beritanya dicampuradukkan antara fakta dan opini. Dan kadang-kadang menghakimi seseorang, ini menurut saya berbahaya sekali,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menambahkan, kalau dulu kita lihat, tekanan kepada pers itu dari pemerintah. Tapi sekarang terbalik, pers yang justru menekan-nekan pemerintah. “Dulu pasti ditekan. Sekarang justru pers, media yang menekan pemerintah. Tetapi yang menekan pers siapa? Yang menekan media siapa? Menurut saya ya industri pers sendiri karena persaingan,” papar Kepala Negara.

Ditekan dari lingkungan sendiri itulah, menurut Presiden Jokowi, hal-hal yang harus dihindarkan bersama agar dalam rangka membangun trust bisa kita lakukan.

“Agar pers tetap dipercaya oleh publik sebagai pilar tempat demokrasi kita dengan menghadirkan informasi yang jujur, yang akurat, yang objektif, dan selalu memberikan tempat kepada suara, pikiran, gagasan dari masyarakat,” tutup Presiden.

Tampak hadir dalam acara tersebut, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menko Bidang PMK Puan Maharani, Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Mendagri Tjahjo Kumolo, Seskab Pramono Anung, Menkominfo Rudiantara, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Ketua Dewan Pers Bagir Manan. Juga sejumlah pemimpin media seperti, Surya Paloh, Hary Tanoe Soedibyo, Karni Ilyas, Dahlan Iskan dan James Riady.

(MP/Humas Setkab RI)

KOMENTAR
Share berita ini :